BangkitNias.com - Pemilu Indonesia berlangsung dalam perkembangan dunia yang cepat. Berbagai perubahan sangat cepat dan meluas dalam kehidupan global, perlu terus diperhatikan dan direspon secara serius oleh segenap bangsa Indonesia, melalui proses pembangunan budaya dan proses demokrasi di dalam masyarakat. Dengan demikian kita perlu mempersiapkan diri dengan baik, agar kehidupan bangsa di era milenial menyangkut generasinya dapat hidup dan melangsungkan kehidupan dengan baik di masa depan.
Hal ini menjadi semakin penting karena kemampuan beradaptasi melalui respon berdemokrasi akan menentukan bagaimana kehidupan bersama sebagai bangsa dijalani oleh masyarakat Indonesia kini dan di masa depan. Oleh karena itu, pemaknaan demokrasi dan Pemilu Indonesia perlu diperlakukan sebagai proses menuju keadaban dalam konteks keragaman pilihan dan pandangan, menjadi penting dan mendesak dipahami dan dipraktikkan oleh semua pihak
Generasi kita hari ini hidup dalam era milenial dengan segenap tantangan dan kompleksitas persoalannya. Berbagai hasil lembaga pemeringkatan terhadap generasi Indonesia dan sumber daya manusianya menggambarkan posisi Indonesia yang rendah daya saingnya pada tingkat dunia. Hal itu disebabkan karena rendahnya kinerja pendidikan kita. Maka realitas ini perlu direspon oleh pendidikan kita dengan mempersiapkan infrastruktur dan suprastruktur pendidikan yang baik.
Pendidikan sebagaimana juga kebudayaan suatu bangsa seharusnya memberikan kesempatan kepada generasi mudanya untuk mengembangkan dan mempersiapkan diri guna menghadapi tantangan dan perkembangan zaman yang selalu berubah. Krisis pendidikan dan kebudayaan berdampak pada krisis di segala bidang. Hal ini dikarenakan kerusakan pendidikan mempengaruhi tantangan sosial yang lain, termasuk cara berinteraksi anak bangsa dalam berdemokrasi. Di lain pihak, heterogenitas bangsa Indonesia ibarat pedang bermata ganda. Di satu sisi kemajemukan dapat menjadi kekuatan konstruktif-produktif dalam rangka membangun bangsa, tapi di sisi lain dapat menjadi faktor perpecahan.
Itulah yang tengah kita hadapi sekarang ini. Bagaimana pendidikan kita yang lemah, telah menyebabkan lemahnya bangsa dan negara dalam mengurus dirinya, terutama dalam berdemokrasi dan melaksanakan Pemilu akhir-akhir ini. Berbagai persoalan pendidikan telah mempengaruhi tatanan sosial dan interaksi sosial serta kebudayaan masyarakat bangsa kita. Berbagai indikator menjadi persoalan yang semakin nyata dan berkembang menjadi fakta. Indonesia sakit, dengan penyakit yang menjalar secara leluasa dalam tubuhnya. Persoalan demokrasi yang dimaknai secara keliru akibat lemahnya pendidikan politik bangsa, korupsi yang meluas, kejahatan sosial dan maraknya peredaran narkoba, telah memberikan kedalaman bagi penyakit dan persoalan bangsa secara serius.
Maka generasi milenial kita semakin rentan oleh berbagai gangguan. Inilah tantangan nyata bagi pendidikan anak bangsa di masa kini dan masa depan, yang disebabkan oleh persoalan struktural dan kultural pendidikan kita sejak masa lalu. Ini yang perlu dibenahi dengan serius.
Bagaimana pendidikan dapat mendorong percepatan pembangunan etos bangsa di tengah semakin sengitnya kehidupan dunia. Bagaimana pembangunan kita melalui rekayasa SDM nya dapat memberikan benefit terhadap pertumbuhan manusia Indonesia yang kuat sejahtera dengan nilai demokratis dan etika sosial yang kokoh pada dirinya.
Di era globalisasi dan pesatnya perkembangan teknologi informasi, peran generasi milenial dalam politik elektoral semakin meningkat. Dengan populasi yang besar dan pengaruh yang terus berkembang, kaum milenial memiliki potensi besar untuk mengubah lanskap politik negara. Namun, mereka juga menghadapi tantangan yang berbeda dalam mengimplementasikan perubahan politik yang diinginkan.
Bagi kaum muda atau generasi milenial, perhelatan Pemilu 2024 menjadi krusial, karena mereka tidak sekadar sebagai pemilih, namun ada sebagian dari mereka yang akan tampil sebagai caleg (calon anggota parlemen). Dan tidak tertutup kemungkinan ada yang sudah masuk formasi pasangan capres cawapres. Sedikit meminjam konsep politik era Orde Baru, yaitu floating mass (massa mengambang). Benar, generasi milenial bukan lagi sekadar pemilih pasif, namun kini mereka sudah pada posisi game changer, bagaimana generasi milenial telah mewarnai panggung politik nasional.
Sebagai generasi yang akrab dengan informasi digital dan media sosial, kompetensi ini akan menjadi modal penting dalam Pemilu 2024, termasuk Pilkada pada tahun yang sama. Melalui berbagai platform, banyak anak muda tergerak aktif menyuarakan kepedulian mereka atas berbagai isu. Dalam konteks pemilu, yang diperlukan adalah pengawasan, terutama proses rekapitulasi suara sejak masih di TPS di tingkat kelurahan, hingga ke tingkat nasional.
Ada tiga tantangan utama bagi kekuatan politik elektoral milenial. Pertama, tantangan yang berasal dari karakter politik milenial sendiri. Kedua, demokrasi merupakan faktor penting bagi eksistensi politik milenial. Survei Indikator menunjukkan opini anak muda terhadap situasi demokrasi. Ketiga, politik elektoral kaum muda mendapat tantangan kekuatan dan praktik politik oligarkis.
Secara alamiah generasi milenial akan memimpin negeri ini, sesuai dengan perjalanan waktu, sementara generasi yang lebih senior, yakni generasi baby boomers (usia 50 tahun ke atas) segera surut ke belakang. Oleh karenanya apa yang terjadi saat ini, di belahan bumi mana pun, jadi bukan hanya di Indonesia, sedang terjadi transisi lintas generasi.
Agar transisi antargenerasi bisa berjalan mulus, perlu adanya semangat berbagi ruang. Sebuah peristiwa unik yang akan saya sampaikan berikut, mudah-mudahan bisa menjadi model yang baik konsep “berbagi ruang”.
Bagi generasi milenial yang bergerak pada isu keberlanjutan, bisa berjalan beriringan dengan generasi milenial yang bergerak di segala lini, seperti bisnis rintisan, meniti karier akademis, sebagai peneliti sains, termasuk bagi yang ingin bergerak di ranah politik, semuanya diberi kesempatan mengembangkan potensinya, sejalan dengan konsep berbagi ruang.
Menghadapi tantangan elektoral ini, kaum milenial harus berkolaborasi dan beraliansi dengan kelompok lain yang memiliki visi dan tujuan yang sama. Mereka dapat menggunakan kekuatan media sosial dan teknologi informasi untuk memperluas jangkauan pesan politik mereka dan membangun gerakan yang kuat dan berkelanjutan. Selain itu, penting bagi milenial untuk berperan aktif dalam memperbaiki sistem politik yang ada, baik dengan mengikuti pemilihan umum maupun kegiatan politik di luar pemilihan
Ringkasnya, generasi milenial menghadapi tantangan berbeda dalam politik elektoral. Kurangnya partisipasi politik, sulitnya memperoleh dukungan, keterbatasan sumber daya keuangan dan kurangnya perwakilan politik merupakan beberapa tantangan utama yang harus dihadapi.
Dengan mengatasi tantangan ini, generasi milenial dapat memainkan peran yang lebih besar dalam membentuk masa depan politik negara. Dengan kolaborasi, tekad, dan tindakan yang bertujuan, generasi milenial dapat mengubah tantangan menjadi peluang dan menciptakan perubahan positif dalam politik elektoral.
Pemilu Indonesia berlangsung dalam perkembangan dunia yang cepat. Berbagai perubahan sangat cepat dan meluas dalam kehidupan global, perlu terus diperhatikan dan direspon secara serius oleh segenap bangsa Indonesia, melalui proses pembangunan budaya dan proses demokrasi di dalam masyarakat.
Dengan demikian kita perlu mempersiapkan diri dengan baik, agar kehidupan bangsa di era milenial menyangkut generasinya dapat hidup dan melangsungkan kehidupan dengan baik di masa depan. Ia menjadi semakin penting karena kemampuan beradaptasi melalui respon berdemokrasi akan menentukan bagaimana kehidupan bersama sebagai bangsa dijalani oleh masyarakat Indonesia.
Demokrasi sejatinya adalah konsolidasi. dalam memilih pemimpin yang dilandasi rasa hormat dan nilai etik pada berbagai pilihan yang sama dan berbeda di antara para pemilih dalam masyarakat. Demokrasi merupakan proses menuju keadaban dalam konteks keragaman pilihan dan pandangan. Ia menjadi cara dalam membangun spirit berkompetisi dan berkolaborasi secara beradab untuk memenuhi harapan segenap anak bangsa.
Inilah respon utama yang harus diberikan oleh proses demokrasi dan Pemilu bagi daya tahan dan eksistensi Indonesia di tengah persaingan bangsa-bangsa di dunia. Politik kita hari ini, perlu dengan cermat memperhitungkan variabel trust dan social capital di tengah masyarakat dan bangsa yang semakin menipis. Saling menihilkan antar kelompok yang berkontestasi dalam Pilpres bisa membawa bangsa ini ke dalam perpecahan yang semakin dalam. Sementara kanal kanal yang dapat menyalurkan dan menetralisir perpecahan semakin sulit diandalkan bahkan ditemukan.
Konsekwensinya, masyakarat semakin mengeluarkan biaya sosial yang mahal dalam menjalani kebersamaan dalam kehidupan sosialnya. Maka pemaknaan demokrasi dan Pemilu Indonesia perlu diperlakukan sebagai proses menuju keadaban dalam konteks keragaman pilihan dan pandangan, menjadi penting dan mendesak dipahami dan dipraktikkan oleh semua pihak yang terlibat dan berkepentingan dalam Pemilu kita sebagai cara dalam membangun spirit berkompetisi dan berkolaborasi untuk memenuhi harapan segenap anak bangsa yang dilandasi cita cita luhur para pendirinya.
Oleh : Suherti Yanus Dakhi, ST
(Tenaga Pendamping Profesional di Kabupaten Nias Selatan dan Pengurus Persatuan Alumni GmnI Cabang Nias Selatan)
(RED)